Spiga

Indonesia Tak Bisa Terus Berharap kepada Obama

JAKARTA - Kunjungan Presiden Barack Obama ke Indonesia dinilai positif bagi masa depan hubungan dua negara di masa yang akan datang. Namun Indonesia tidak bisa terus menerus mengandalkan Negeri Paman Sam itu.

Pengamat politik LSI Burhanudding Muhadi menuturkan, kunjungan Obama ke Indonesia di satu sisi diberi apresiasi. Menurut Burhanuddin, Presiden ke-44 AS itu menyempatkan datang ke Indonesia, negara yang masih di bawah dari sisi ekonomi di banding tiga negara lain yang dikunjungi Obama dalam lawatan 10 harinya di Asia.

Selain Indonesia, Obama juga bertandang ke India, Korea Selatan, dan Jepang. Di Korsel dan Jepang, Obama menghadiri masing-masing KTT G20 dan APEC.

“Kita melihat dari perspektif lain bagaimanapun sudah menyempatkan hadir di samping India, Korsel, dan Jepang. Di antara negara Asia dari sisi ekonomi kekuatan Indonesia paling kecil di banding tiga negara lain. Dari situ saja, kita sudah menghormati,” kata Burhanuddin kepada okezone melalui sambungan telepon, Kamis (11/11/2010).

Aspek historis di pers konpers aspek roam,ntis, terlepas dari segalanya, harus patut bersyukur bahwa obama menyempatkan hadir ke Indonesia tidak sekuat india dengan china.

Ia menambahkan, lawatan kali ini lebih kepada penandatanganan kemitraan komprehensif (comprehensive partnership) mengenai kerja sama dua negara di berbagai bidang, seperti pendidikan, ekonomi, perdagangan, pertahanan, lingkungan, dan lainnya.

Dalam konteks penandatangan kemitraan komprehensif, Burhanuddin menilai wajar jika kunjungan Obama sangat singkat. Sebelumnya, Obama sudah mengutus tiga menterinya ke Indonesia, yaitu Menteri Luar Negeri Hillary Clinton, Menteri Perdagangan Gary Locke, serta Menteri Pertahanan Robert M Gates.

“Saya kira lebih kepada formalisasi penandatanganan konprehensif kemitraan. Kehadiran Menlu Hillary sudah membentuk joint commision meeting. Juga sudah hadir Menhan dan Mendag, sudah intensif pembasahan soal itu dan sudah dilakukan dengan working group untuk membahas agenda mensesak, mulai dari energi pendidikan, lingkungan hodup, militer dan keamanan. Dengan itu kunjungan Obama ini anggap saja semacam gong. Gongnya ini sesuai dengan waktu yang tersedia untuk obama,” jelasnya.

Namun dia menegaskan Indonesia tidak boleh berharap kepada Obama, baik sebagai pribadi yang pernah memiliki masa lalu di Indonesia atau Obama sebagai Presiden.

Menurutnya, Obama akan dikaitkan dengan kepentingan nasional yang melibatkan orang-orang di sekitarnya di Gedung Putih. “Sebagai Presiden, dengan negara lain dikaitkan dengan kepentingan nasional,” sambungnya.

Karena itu, Burhanuddin menilai Indonesia harus berusaha sendiri untuk maju dan lebih dilirik di kancah internasional. Indonesia, lanjutnya, masih harus melakukan banyak hal dari sisi ekonomi, politik, dan mengambil peran lebih jauh untuk menunjukkan eksistensinya sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia.

“Indonesia harus dilihat debagai bangsa yang memiliki harga diri dalam posisi tawar. Dari sisi APBN kita masih sangat jauh dibanding Amerika Merujuk pertumbuhan ekonomi pada semester I 2010 hanya 6 persen, masih di bawah China yang 9 persen dan India 8 persen. Kalau secara ekonomi, posis tawar masih kurang. Tapi Indonesia masih bisa mengambil peran secara geopolitik di regional dan Asia Tenggara,” terangnya.
(ton)